Mengapa Kehutanan Sosial itu Penting?

Di Indonesia, sistem kehutanan sosial melalui program Perhutanan Sosial secara formal dimulai dengan munculnya bentuk-bentuk kerja sama antara masyarakat dan perusahaan di akhir 1990. Di Pulau Jawa, Sumatra dan Kalimantan, skema ini diinisiasi oleh perusahaan swasta dan/atau perusahaan pemerintah, melalui kontrak kerja sama dengan durasi yang menyesuaikan periode konsesi. Bentuk ini dianggap sebagai strategi paling efektif untuk menyelesaikan konflik tanah di dalam konsesi (Nawir et al., 2003; Yokota et al., 2014).

Pada era Pemerintahan Presiden Joko Widodo, Perhutanan Sosial menjadi agenda nasional dan dikuatkan melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 83 Tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial. Peraturan ini menjelaskan bahwa Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama. Tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan, keseimbangan lingkungan, dinamika sosial budaya. Skema Perhutanan Sosial diimplementasikan (Gambar 1) dalam bentuk Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Adat (HA) dan Kemitraan Kehutanan (Kulin KK). Salah satu pertimbangan terbitnya kebijakan perhutanan sosial adalah untuk mengurangi kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan pengelolaan/pemanfaatan kawasan hutan melalui pemberian akses legal kepada masyarakat setempat dalam mengelola kawasan hutan dengan memperhatikan prinsip keadilan, keberlanjutan, kepastian hukum, partisipatif dan bertanggung gugat.

Baca Selengkapnya di Brief Hutan Jawa