Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (BTNGHS) adalah Unit Pelaksana Teknis dibawah Direktorat Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang diberikan tugas menyelenggarakan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dan mengelola kawasan TNGHS. Dalam menyelenggarakan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya tersebut berbagai program disusun dan diarahkan guna mencapai tiga sasaran konservasi, yaitu: 1) Menjamin terpeliharannya proses ekologis kawasan TNGHS sebagai penyangga kehidupan bagi kelangsungan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat sekitarnya, 2) Menjamin terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan tipe-tipe ekosistemnya sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan 3) Mengendalikan cara-cara pemanfaatan sumberdaya alam hayati TNGHS sehingga terjamin kelestariannya.
Berdasarkan Keputusan Menteri KLHK No. SK.327/Menlhk/Setjen/PLA.2/4/2016 tanggal 26 April 2016 tentang Perubahan Fungsi Sebagian Kawasan Hutan Taman Nasional Gunung Halimun Salak seluas 17.373 (Tujuh belas ribu tiga ratus tujuh puluh tiga) Hektar dan Pengembalian Areal Penggunaan Lain (Enclave) seluas 7.847 (tujuh ribu delapan ratus empat puluh tujuh) Hektar di Kabupaten Bogor dan Sukabumi Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Lebak Provinsi Banten, saat ini TNGHS merupakan salah satu taman nasional yang memiliki ekosistem hutan hujan tropis pegunungan terluas di Jawa. Kawasan TNGHS secara geografis terletak pada 106o12’58” BT – 106o45’50” BT dan 06o32’14” LS – 06o55’12” LS. Berdasarkan administrasi pemerintahan, kawasan TNGHS terletak pada tiga wilayah kabupaten dalam dua wilayah provinsi, yakni: Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat, serta Kabupaten Lebak Provinsi Banten.
Kawasan ini mempunyai peran yang sangat penting sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagian hulu dari sungai-sungai besar yang mengalir dari kawasan ini ke Laut Jawa (6 buah) maupun Samudra Hindia (5 buah). Kawasan ini menjadi sumber air bagi masyarakat di sekitarnya termasuk kota-kota besar seperti Bogor, Sukabumi, Tangerang, Rangkasbitung dan Jakarta, serta menjadi tempat hidup masyarakat lokal Kasepuhan Banten Kidul, Wewengkoan Cibedug dan masyarakat Baduy, dimana telah terjadi interaksi masyarakat dengan hutan alam yang masih utuh secara turun temurun.
Berbagai permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan TNGHS saat ini mengakibatkan terjadinya fragmentasi habitat dan mengancam kelestarian populasi tumbuhan dan satwa yang hidup di dalamnya. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya pengelolaan yang lebih intensif, terfokus serta melibatkan berbagai pihak yang memiliki tujuan yang sama dalam upaya pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistemnya.
Perkumpulan Absolute Halimun Indonesia (Absolute Indonesia) merupakan organisasi masyarakat sipil yang bergerak dibidang pemberdayaan dan kelestarian lingkungan hidup, berbadan hukum perkumpulan, sesuai dengan Akta Nomor 32 Tanggal 19 September 2019 yang dibuat oleh Marah Hasyir, SH., serta Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : AHU-0010628.AH.01.07. Tahun 2019 tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan ABSOLUTE HALIMUN INDONESIA tanggal 8 Oktober 2019. Sebagai bukti pengabdiannya dalam kegiatan penyelamatan lingkungan hidup dan pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan hutan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Absolute Indonesia telah menandatangani kerja sama dengan Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak yang dituangkan dalam Penandatangan Perjanjian Kerja Sama antara Kepala Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak dan Ketua Badan Pengurus Perkumpulan Absolute Halimun Indonesia Nomor: PKS.2141/T.14/TU/KUM.3/12/2020 dan Nomor: 001/ABS/PKS-TNGHS/XII/2020 tentang Kerja Sama Penguatan Fungsi Taman Nasional Gunung Halimun Salak Melalui Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat, pada tanggal 22 Desember 2020.
Untuk melaksanakan kegiatan kerja sama dimaksud secara baik dan optimal, perlu disusun suatu dokumen perencanaan yang akan menjadi panduan sekaligus alat ukur keberhasilan pelaksanaan kerja sama ini di masa yang akan datang. Berdasarkan Permenhut Nomor P.85/Menhut-II/2014 tentang Tata Cara Kerjasama Penyelenggaraan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam dan perubahannya melalui PermenLHK No. P.44/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.85/Menhut-II/2014 tentang Tata Cara Kerjasama Penyelenggaraan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, dokumen tersebut harus dususun dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Program untuk jangka waktu maksimal 5 tahun dan Rencana Kerja Tahunan untuk setiap tahunnya.
Leave A Comment